Dan cukup, Kamu.
Dan ketika realita tak sama dengan ekspektasi, maka
jangan biarkan bayangan menyeruak lebih jauh.
Membawamu terbang hingga kau tak pernah tau kapan
kakimu menjejak bumi kembali.
Aku hanya takut pelukanmu tak seerat dulu,
membiarkanku jatuh pada bumi yang sudah tak kurindukan lagi.
Tidak-tidak, pelukanku memang tak seerat dulu.
Buat apa memelukmu begitu erat jika hanya akan
membuat nafasmu tersengal-sengal.
Aku hanya akan memelukmu sepenuh rasaku.
Kenapa harus takut jatuh ke bumi saat rerumputan
telah merindukan kita sekian lama?
Jika itu bersamamu, akupun rela jatuh di rerumputan
bumi.
Tapi jika tidak, aku lebih betah tersengal-sengal
di pelukanmu
dan kau tahu apa yang dibisikkan rerumputan padaku?
Rerumputan yang sekian lama merindukan kita itu
bertanya padaku : kenapa kau belum juga membuka tanganmu dan membiarkanku
memelukmu?
Rerumputan itu tak bisa menunggu lebih lama lagi,
menanti kita terjatuh untuk melepaskan rindu mereka pada kita.
Aku merindukanmu lebih daripada rerumputan itu,
meski tersengal asal itu bersamamu.
Apakah kau ingin membuat rerumputan iri dengan
buncahan rindumu itu?
Lalu bagaimana jika rerumputan itu ikut terhanyut?
Tak peduli, dirimu dan pelukanmu t’lah lebih dari
sekedar cukup. Dan cukup, kamu
saya suka puisi ini. bagus. :) ditunggu kunbal-nya ya http://tidaktampan.blogspot.com/
BalasHapusIni sebenernya bukan puisi, tapi dialog. Jadi ak ngetwit kalimat pertama itu, trus ada yg nge-reply di kalimat kedua dgn bahasa puitis. Yaudah ak reply lagi, terus gitu bales2an sampek akhirnya tak jadiin puisi gini :D
BalasHapusehmmm ehmmm...
BalasHapusSiiipp,, bagus :D terus berkarya dengan penamu kawan.. :)
BalasHapus